KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
petunjuk-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan bertemakan “Ketahanan
pangan di Indonesia”. Dalam makalah ini saya akan membahas masalah pangan di Indonesia beserta solusinya
dan masih banyak lagi yang akan saya bahas pada makalah ini.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya
senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca. Akhirnya ,semoga makalah ini berfanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Juni 2013
(Bunga Sarah Permata Sari)
PENDAHULUAN
Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7
tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi
setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di
dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan
juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada
pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan
pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang
pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan
rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang
cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya
bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan
pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat
juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk
menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global,
nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan
suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan
pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks.
Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut
intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat
manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada
prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus
terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek
produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan
pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Dalam arti
setiap penduduk dan rumah tangga mampu untuk mengkonsumsi pangan dalam jumlah
dan gizi yang cukup. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan
produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan
oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari
pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan
bahan pangan.
PEMBAHASAN
Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan
semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan
permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan
pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan
dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya
akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam
produk dalam negeri. Aspek selanjutnya ialah aspek distribusi. Permasalahan di
dalam permbangunan ketahanan pangan adalah distribusi pangan dari daerah sentra
produksi ke konsumen di suatu wilayah. Distribusi adalah suatu proses
pengangkutan bahan pangan dari suatu tempat ke tempat lain, biasanya dari
produsen ke konsumen. Berikut ini merupakan ilustrasi yang menggambarkan
permasalahan distribusi pangan di Indonesia. Thailand merupakan negara pengekspor
beras terbesar di dunia, sementara Indonesia merupakan negara pengimport beras.
Berdasarkan data, harga produksi rata-rata gabah atau beras antara Indonesia
dan Thailand tidak terlalu berbeda jauh sekitar 100 USD per ton. Namun harga
beras di pasaran antara Thailand dan Indonesia cukup berbeda jauh. Harga beras
di Indonesia sampai awal tahun 2004 berkisar antara Rp. 2.750, 00 – Rp. 3.000,
00. Harga beras di Thailand lebih lebih murah dibandingkan itu. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi tidak hanya pada skala produksi,
namun juga terdapat pada rantai distribusi beras tersebut dapat sampai pada
konsumen. Berikut ini ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang
dihadapi. Pertama, dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses
terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana
transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam
pemeliharaan sarana transportasi kita. Ketiga, sistem transportasi, yakni
sistem transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain
itu juga kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan
bahan pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan. (4)
masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh
preman sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi. Aspek
lain yang tak kalah penting ialah aspek konsumsi. Permasalahan dari aspek
konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana masyarakat Indonesia memiliki tingkat
konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan beras. Berdasarkan data
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras sekitar 134 kg per kapita.
Walaupun kita menyadari bahwa beras merupakan bahan pangan pokok utama
masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat mengancam ketahanan pangan negara kita.
Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke tahun yang
menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang
terus meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan
mengimport beras. Namun sampai kapan negara ini akan terus mengimport beras?
Pertanyaan ini perlu kita perhatikan. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu
bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan
masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan
pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan
juga sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu
masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat,
bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan
lebih seksama dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu,
pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi
masyarakat. Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola pangan
harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan.
Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran
per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan
harapan masyarakat tersebut. Aspek terkhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan
pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan
menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini
dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi
pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga
akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya
status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat
Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari
tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya
beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap
stabilitas ketahanan pangan di Indonesia. Dari berbagai aspek permasalahan di
atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar
memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan
pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar
belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita
yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam
sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di
Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan
daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni
beras. Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan peningkatan pendapatan
in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan in situ
bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis
sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga
kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan
memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan
klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak,
diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah
sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses hulu-hilir
rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan
dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan
penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat
diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat
diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan
efisiensi industrialisasi. Model kelompok industri meliputi serangkaian program,
diantaranya : 1. Pengembangan sumber daya manusia oleh partner industri 2.
Persiapan penanaman modal untuk inisiasi konstruksi dan sistem produksi 3.
Pengembangan brbagai macam produk pangan yang dapat di proses secara komersial
dan dijual ke pasaran 4. Penerapan konsultasi dan pengawasan dalam penanganan
komoditas dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi
kualitas standart yang diterapkan oleh industri 5. Pengembangan dan penerapan
operasi prosedur standar dari pabrik 6. Inisiasi dan memperkuat jaringan dengan
perusahaan untuk pemasaran produk Klaster merupakan kumpulan berbagai kelompok
petani, dimana satu kelompok petani merupakan satu industri kecil yang
bekerjasama untuk memproses bahan tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah
jadi utnuk siap dipasok ke industri. Teknologi berperan penting di dalam
penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu
perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala
industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya
kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada
pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi
tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui
kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Stakeholder dalam BUMP
(Badan Usaha Milik Petani) memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Kelompok petani
: Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok
tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang
dapat memenuhi standar kualitas, 2. Pemerintah lokal : Mengkoordinasi fasilitas
dan program inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi petani,
bekerjasama dengan pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas,
bekerjasama dengan pihak industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam
program pengembangan industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian,
dan mendukung pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa). 3. Industri
: (a) mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang
tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri,
dan akademisi; (b) mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan
industri; (c) percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam
teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan
industri, termasuk penanaman kembali modal; (d) membuka pasar dan menjamin
pemasaran produk; (e) memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak
industriuntuk pemasaran produk. 4. Akademisi : (a) memfasilitasi pengembangan
dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar;
(b) merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri. Dari
keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang
baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan program pengembangan
industri sumber daya lokal. Kegiatan peningkatan pendapatan melalui
pengembangan kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat
ketahanan pangan dalam waktu jangka panjang, diantaranya : (a) meningkatkan
nilai tambah dari komoditi lokal; (b) menyediakan komoditi lokal yang memiliki
potensi secara komersial; (c) mendorong pengembangan desa melalui kegiatan
peningkatan pendapatan berdasar padapertanian lokal; (d) mendukung ketahanan
pangan dalam jangka panjang; (e) memberikan solusi terhadap permasalahan
pengangguran dan kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan. Melalui diversifikasi
pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya
lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu
jangka panjang.
Pada dasarnya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia sebenarnya tidak
perlu terjadi. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara agraris memiliki
lahan yang sangat banyak dan subur, maka semestinya ketersediaan pangan
surplus. Namun, yang terjadi sekarang adalah ketahanan pangan di Indonesia
bermasalah, bahkan cenderung kedodoran. Ada banyak faktor, salah satunya
konversi lahan pertanian yang tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
hampir tidak terkendali.Pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat sepertinya tidak diimbangi dengan sarana dan prasaran yang membantu. Melihat pada kondisi global misalnya, banyaknya jumlah penduduk sekarang menjadi masalah besar. Jumlah penduduk dunia sekarang yang ketahui telah mencapai 9 miliar jiwa. Bandingkan dengan jumlah pada 50 tahun sebelumnya, yang hanya 3 miliar jiwa. Dalam kurun 50 tahun jumlah penduduk dunia meningkat pesat hingga lebih dari dua kali lipat. Di Indonesia sendiri pascasensus 2010, jumlah penduduknya mencapai 235-240 juta.
Jumlah yang sangat besar ini sepertinya tidak diimbangi dengan kemampuan lahan pertanian di Indoensia. Konversi besar-besaran lahan pertanian ke non-pertanian menambah buruk kondisi pangan di bumi Nusantara ini. Misalnya seperti mengkonversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang menngakibatkan lahan pertanian semakin sempit. Lambat laun, kesulitan pangan mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat miskin pun menjadi semakin merasakan kesulitan akibat menurunnya ketahanan pangan.
Keterbatasan jumlah lahan juga berakibat pada kinerja para penggarap lahan, di mana mereka hanya menggarap sedikit lahan dan kesejahteraannya menjadi tidak terjamin. Sementara, tuntutan kepada pertanian untuk menghasilkan komoditi pangan sangatlah besar mengingat populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat. Sebagai contoh, luas lahan pertanian Indonesia sama dengan Vietnam, tetapi jumlah penduduk negara ini hampir tiga kali lipat jumlah penduduk negara itu, dan pada akhirnya setiap petani di Indonesia hanya bisa memiliki lahan yang luasnya terbatas. Meskipun 70 persen penduduk Indonesia berprofesi petani, namun rata-rata hanya memiliki 0,3 hektar lahan untuk digarap. Sehingga meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap pesat, kekurangan pangan dan nutrisi masih terjadi.
Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian, setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia, antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.
Masalah pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kelangkaan pangan bisa diatasi. Seperti diketahui, masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras. Sebenarnya, dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras saja. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya punya makanan utama sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama.
Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah Orde Baru memberlakukan Swasembada Beras yang secara tidak langsung memaksa orang yang biasanya mengonsumsi bahan makanan non-beras untuk mengonsumsi beras. Yang terjadi selanjurnya adalah muncul lonjakan konsumsi beras nasional hingga saat ini. Ini akhirnya memaksa pemerintah untuk impor beras.
Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing maka tidak akan muncul kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek lain pun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia. Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia lenyap dengan sendirinya demi program Swasembada Beras itu.
Masalah pangan harus segera diatasi karena menyangkut kebutuhan semua orang, terutama di Indonesia. Selain itu masalah-masalah lain yang terkait dengan pangan juga diperlukan solusi segera, sebelum kesulitan pangan benar-benar terjadi.
Menghadapi tantangan ketahanan pangan, diperlukan beberapa langkah, mulai dari peningkatan ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga setiap individu dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi pangannya.
Mungkin sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia, dan juga menambah jumlah lahan pertanian yang ada, karena berbagai faktor dan konversi besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan saat ini antara lain langkah strategis penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahan yang ada, serta upaya untuk fertilizer/pemupukan dan bibit unggulnya.
Luas lahan yang merupakan konversi dari sawah juga harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Sementara itu, sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik dan harus diperhatikan formulanya. Selain itu, perlu diperhatikan mengenai pengelolaan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pangan dan pertanian Indonesia.
Teknologi jadi bagian penting dalam pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Teknologi memang hanya tools atau alat, tetapi perlu dipikirkan bagaimana kita dapat membantu para petani agar dapat meningkatkan kualitas produk mereka. Teknologi juga perlu diperhatikan untuk mengimbangi berkurangnya lahan pertanian.
Indonesia juga mestinya melihat contoh-contoh negara lain yang berhasil memanfaatkan lahan sempit, namun dengan teknologi yang maju mereka bisa mengatasinya. Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu memajukan jumlah komoditi pertanian. Contohnya diberikan pelatihan bagi para petani agar mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan efektif terhadap tanaman mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya.
Cara lain, bisa dengan mengembalikan lagi atau melestarikan kebiasaan makanan pokok di tiap daerah. Seharusnya masyarakat suatu daerah dibiarkan mengonsumsi bahan makanan yang biasa dikonsumsi secara turun temurun. Semua itu bisa terlaksana asalkan ada goodwill dari masyarakat Indonesia, mulai dari presiden, menteri dan seluruh rakyat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Atau dengan mengganti beras dengan bahan makanan berkomposisi sama atau lebih bergizi seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian.
Dengan mengembangkan keunggulan komoditi pertanian yang dimiliki oleh daerah, Indonesia tidak perlu impor bahan makanan. Jumlah penduduk 240 juta dapat menjadi pasar yang luar bisa bagi Indonesia. Mungkin ekspor bisa menjadi tujuan pada akhirnya, tetapi memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih utama yaitu dengan memanfaatkan keunggulan komoditi masing-masing daerah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan jagung, Jawa dapat membelinya ke Sulawesi atau Nusa Tenggara. Untuk memenuhi kebutuhan bawang maka Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan lain-lain dapat membeli ke Jawa. Jadi harus ada kekhususan komoditi pertanian di suatu daerah sebagai komoditi pertanian unggulan.
Semua upaya untuk menangani permasalahan ketahanan pangan ini harus melibatkan semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar seluruh rencana penanganan ini dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pangan.
KESIMPULAN
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat sepertinya tidak diimbangi dengan sarana dan prasaran yang membantu. Melihat pada kondisi global misalnya, banyaknya jumlah penduduk sekarang menjadi masalah besar. Jumlah penduduk dunia sekarang yang ketahui telah mencapai 9 miliar jiwa. Bandingkan dengan jumlah pada 50 tahun sebelumnya, yang hanya 3 miliar jiwa. Dalam kurun 50 tahun jumlah penduduk dunia meningkat pesat hingga lebih dari dua kali lipat. Di Indonesia sendiri pascasensus 2010, jumlah penduduknya mencapai 235-240 juta.
Jumlah yang sangat besar ini sepertinya tidak diimbangi dengan kemampuan lahan pertanian di Indoensia. Konversi besar-besaran lahan pertanian ke non-pertanian menambah buruk kondisi pangan di bumi Nusantara ini. Misalnya seperti mengkonversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang menngakibatkan lahan pertanian semakin sempit. Lambat laun, kesulitan pangan mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat miskin pun menjadi semakin merasakan kesulitan akibat menurunnya ketahanan pangan.
Keterbatasan jumlah lahan juga berakibat pada kinerja para penggarap lahan, di mana mereka hanya menggarap sedikit lahan dan kesejahteraannya menjadi tidak terjamin. Sementara, tuntutan kepada pertanian untuk menghasilkan komoditi pangan sangatlah besar mengingat populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat. Sebagai contoh, luas lahan pertanian Indonesia sama dengan Vietnam, tetapi jumlah penduduk negara ini hampir tiga kali lipat jumlah penduduk negara itu, dan pada akhirnya setiap petani di Indonesia hanya bisa memiliki lahan yang luasnya terbatas. Meskipun 70 persen penduduk Indonesia berprofesi petani, namun rata-rata hanya memiliki 0,3 hektar lahan untuk digarap. Sehingga meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap pesat, kekurangan pangan dan nutrisi masih terjadi.
Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian, setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia, antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.
Masalah pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kelangkaan pangan bisa diatasi. Seperti diketahui, masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras. Sebenarnya, dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras saja. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya punya makanan utama sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama.
SARAN
Ketahanan pangan menjadi
sangat penting untuk terus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia. Jika Indonesia
mampu mencukupi pangannya sendiri, ini tentunya akan membantu stabilitas pangan
di dunia, jika produksi pangan meningkat hal ini akan dibarengi dengan
terjaminnya kenyamanan masyarakat Indonesia dari sisi pangannya.
Jika produksi pangan bisa dijalankan dengan terus menerus memproduksi, kita juga berkontribusi dalam ketahanan pangan dunia. Tapi, jika Indonesia tidak mampu mencukupi sumber pangannya, maka kita akan menggaggu stabilitas/persaingan pangan dunia.
Jika produksi pangan bisa dijalankan dengan terus menerus memproduksi, kita juga berkontribusi dalam ketahanan pangan dunia. Tapi, jika Indonesia tidak mampu mencukupi sumber pangannya, maka kita akan menggaggu stabilitas/persaingan pangan dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://nugrohogalih.wordpress.com/2009/02/06/meningkatkan-ketahanan-pangan-indonesia-berbasis-sumber-daya-lokal/
merdekainfo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar